Minggu, 22 Maret 2015

Tantangan Membaca Haru



Nggak terasa, tahun ini Haru sudah berumur 4 tahun, lho!

Di tahun ke-4 ini, sampai bulan Januari 2015, Haru telah menerbitkan 50 judul buku (termasuk 2 judul dengan kaver baru). Ayo coba dihitung, berapa buku yang telah kalian baca?

Tahun ini, Haru punya sebuah program baru yang bernama ‘Tantangan Membaca Haru’!

Haru akan menantang kalian semua untuk membuktikan seberapa jauh kalian terkena #HaruSyndrome.

Waktu:

Januari 2015-Desember 2015

Tata cara:

1. Like facebook fanpage Penerbit Haru dan follow twitter @PenerbitHaru

2. Memiliki blog seperti blogspot, tumblr, kompasiana, wordpress (note Facebook tidak bisa)

3. Pasang banner ini di blog kamu. Banner harus ditautbalikkan ke postingan ini selama program ini berlangsung.

4. Membaca buku terbitan Haru dan membuat resensinya.

5. Memilih tingkat tantangan yang merupakan tingkatan #HaruSyndrome yang kamu derita:

Fase Primer : 1- 10 buku



Fase Sekunder : 11-20 buku



Fase Laten : 21-30 buku



Fase Tersier : >31 buku



6. Buku Haru yang dibaca boleh mana saja, juga boleh membaca ulang. Namun, HARUS membuat resensi baru yang dipost mulai Januari 2015

7. Wajib membuat post awal. Post awal adalah postingan yang berupa info bahwa sedang mengikuti ‘Tantangan Membaca Haru’ ini.

8. Mendaftar ke tantangan.haru@gmail.com dengan subyek [Tantangan Membaca Haru_Nama_Pilihan Fase]

Isi data berikut
Nama
Alamat
No hp
E-mail
Twitter
Facebook
Link blog post awal:

9. Pada akhir tahun, wajib membuat post akhir yang berisi kesan kalian saat mengikuti ‘Tantangan Membaca Haru’ beserta link resensi yang telah dibuat.

Hadiah:

1. Satu orang yang berhasil memenuhi target Fase Tersier akan mendapatkan:
-Uang Rp. 300.000
-Lima buah buku Haru yang terbit tahun 2016
-Piagam penghargaan

2. Semua yang berhasil memenuhi tingkat tantangan yang dipilih, akan mendapatkan piagam penghargaan.

3. Setiap 4 bulan sekali, akan dipilih 1 orang pemenang yang mendapatkan hadiah menarik dari kami. Pengumuman pemenang akan dilaksanakan pada tanggal
-  11 April 2015
-  11 Agustus 2015
-  11 Desember 2015

Cinta Monyet-ku


Ini ceritaku 6 tahun lalu. Ketika masih duduk dikelas 3 SD. Bisa dibayangkan, betapa lugu dan polosnya anak-anak yang umurnya saja belum genap sepuluh tahun. Namun, realitanya, anak-anak umur segitu sudah mengenal cinta. Aih, mungkin bukan cinta sebenarnya. Cinta Monyet!

***

10 Juni 2008

Pagi itu, aku berangkat sekolah dengan mengenakan seragam merah-putih yang rapi. Tak lupa juga, kukenakan jilbab putihku dengan renda dan bunga-bunga dipinggirnya, makin mempercantik penampilanku. Sekolah masih sepi, hanya ada aku dan beberapa teman sekelasku yang sudah datang.

Setelah menaruh tas ku, aku duduk di depan kelas sambil menunggu teman-teman yang lain. Sambil memainkan ujung jilbabku, aku bernyanyi kecil. Ya, hobiku memang menyanyi.

Sesosok anak laki-laki lewat didepanku. Dia nampak menutupi wajahnya dengan buku dan berjalan agak menyamping, seolah menghindariku. Aku menikkan satu alis, bingung dengan kelakuan anak laki-laki itu. Anak laki-laki itupun akhirnya berlalu. Tak lama kemudian, bel masuk berbunyi dan semua anak masuk ke kelas. Termasuk juga aku.

"Hai, Luna!" sapaku riang pada Luna, teman sebangku ku yang baru saja berangkat. Luna pun duduk lalu menaruh tas nya.

"Hai juga, Kinar," jawab Luna sambil tersenyum, "pr bahasa indonesia udah dikerjain?"

"Udah kok. Nih" ujarku sambil memperlihatkan buku tugasku pada Luna. Soal-soal sudah kubabat habis semalam-walaupun masih dibantu kak Ika-, "kalau kamu?"

"Udah juga dong! Luna kan anak rajin." Luna berkata dengan bangganya. Giginya yang berderet nampak rapi ketika ia tersenyum bangga.

"Eh lun, tadi pagi, waktu aku duduk di depan kelas, masa si Radit lewat sambil nutupin mukanya pake buku. Aneh kan?" tanyaku pada Luna.

"Hmm ... Mungkin dia malu, Nar"

"Malu? Malu kenapa?" aku heran. Apa yang dimaksud Luna barusan?

"Maksud aku, dia malu ketemu kamu. Radit suka sama kamu, Nar!"

Aku pun langsung membekap mulut Luna. Dia berkata sangat keras sehingga seluruh kelas bisa mendengarnya. Lantas saja pipiku bersemu merah. Kulihat, telinga Radit juga memerah mendengar perkataan Luna barusan. Aih, dasar Luna!

"Ciee Kinar malu ciee." Luna menggodaku. Huh!

"Biarin wlek!" aku menjulurkan lidahku. Ketika Luna hendak membalas ejekanku, guru Bahasa indonesia kami datang. Guru menyebalkan, huh.

11 Juni 2008

Suasana kelas pagi itu masih mencekam. Seperti biasa, aku menaruh tas ku dan duduk di depan kelas menunggu teman-teman yang lain datang. Dari kejauhan, nampak Radit tengah berjalan tergesa-gesa kearahku. Dia membawa sesuatu. Ketika sampai di tempatku duduk sekarang, ia menyerahkan kertas kecil yang tadi dibawanya.

"Ini. Buat kamu." ujar Radit dengan nada yang terdengar sangat grogi.

"Buat aku? Wah, makasih ya!"

Radit hanya tersenyum grogi, lalu segera bergegas masuk ke dalam kelas.

Kubaca isi kertas kecil tadi;

"Selamat ulang tahun, Kinar. Aku sebenernya udah lama suka sama kamu. Aku selalu malu kalau deket-deket kamu. Makanya itu aku selalu tutupin muka aku pake buku setiap lewat depan kamu."

Aku tercengang! Ternyata benar perkataan Luna kemarin, Radit suka padaku. Luna tiba-tiba datang, lalu merebut kertas kecil pemberian Radit tadi. Luna membacakannya dengan keras di depan kelas. Langsung kurebut kembali kertas itu. Dan seketika suasana kelas menjadi pecah.

"Ciee Radit suka Kinar ciee ..."

"Radit sama Kinar pacaran dong?"

"Eh emang boleh anak kecil main cinta-cintaan?"

Beberapa desas-desus oleh teman-temanku terdengeran bersliweran di telinga. Ku abaikan saja. Lantas, aku mendekati Radit yang sedari tadi hanya menundukkan wajahnya.

"Mulai sekarang, gak usah malu lagi setiap ketemu sama aku, oke? Aku juga suska kamu kok, kita kan teman," ujarku sambil tersenyum. Radit lantas ikut tersenyum. Kini, ia sudah berani menatap wajahku.

Radit nampak hendak mengambil sesuatu dari dalam tas nya. Sebuah bunga! Bunga yang dibuat dari kertas.

"Ini buat kamu. Aku beli di penjual mainan depan sekolah."

Ia menyerahkan bunga kertas tadi padaku, aku pun menerimanya.

"Terimakasih, Radit. Kamu memang teman yang baik!!"

Tak lama kemudian, seorang guru datang memasuki kelas kami. Aku beranjak pergi dari tempat duduk Radit. Dan setelah itu, kami jadi teman dekat hingga sekarang.

Air Laut yang Manis


Liburan sekolah telah tiba. Libur panjang selama 2 minggu ini disambut riang oleh Lyla. Selama liburan, ia tak perlu lagi bangun pagi. Ia bisa bangun siang, kapanpun ia mau! Maklum saja, Bunda Lyla selalu membatasi anaknya ketika hari-hari biasa. Namun, ketika hari libur seperti ini, Bunda Lyla membiarkan Lyla benar-benar menikmati liburannya tanpa membatasi Lyla.

Rencananya, hari ini Lyla beserta Ayah Bundanya akan liburan ke Pantai Ancol. Jaraknya memang tidak terlalu jauh, namun jika musim liburan seperti ini biasanya Ancol akan penuh sesak dipenuhi para wisatawan lain yang juga ingin berlibur disini.

"Lyla, kita liburan ke Bogor aja yuk? Disana udaranya sejuk. Mungkin hari ini Ancol akan penuh sesak. Mau, ya?" bujuk Ayah dengan lembut. Namun Lyla menggelengkan kepalanya. Ia tak ingin liburan ke Bogor.

"Hmm ... Bagaimana kalau kita liburan ke Kebun Binatang Ragunan? Nanti Lyla bisa lihat jerapah yang lehernya panjang banget!" kini ganti Bunda yang membujuk Lyla. Lyla sempat berfikir sejenak, namun akhirnya tetap menggelengkan kepala. Ia juga tak ingin liburan ke Ragunan.

"Pokoknya Lyla mau liburan ke Ancol!" Aya setengah berteriak, "Lyla mau main pasir di Ancol."

Dan akhirnya, mereka bergegas pergi ke Ancol, sebelum benar-benar penuh dan mereka tidak bisa berlibur dengan senang disana.

Sesampainya di kawasan Taman Impian Jaya Ancol, mereka langsung bergegas menuju pantainya. Lyla berganti baju renang dan segera berlari ke tepian pantai. Awalnya Lyla hanya bermain pasir di tepian pantai saja. Namun lama-kelamaan Lyla semakin ke tengah.

Lyla berlari ketika ombak mengejarnya. Gulungan-gulungan ombak yang berbuih menjadi daya tarik tersendiri bagi anak-anak. Namun tiba-tiba, ketika Lyla lengah, datanglah sebuah ombak yang lumayan besar menggulung badan mungil Lyla. Lyla pun gelagapan dan nampaknya ia tersedak air laut.

Uhukkk ... Uhukk ...,

Lyla terbatuk beberapa kali. Sang bunda yang tadinya hanya mengawasi dari pinggir langsung menyelamatkan sang putri. Lyla masih terbatuk akibat air laut yang mungkin tertelan olehnya.

"Lyla?! Lyla gapapa kan? Makanya jangan main terlalu ke tengah. Bahaya," ujar Bunda Lyla setengah panik. Ia langsung mendudukkan Lyla sambil menepuk pelan punggungnya agar air yang tertelan keluar.

Uhukk ... Uhukk ...,

Lyla memutuskan untuk menghentikan aktivitas berenangnya dan bergegas mandi.

Setelah selesai mandi dan berganti baju, Lyla melihat seorang pedagang es krim lewat menjajakan es krim yang menyegarkan itu. Ia pun merengek meminta untuk dibelikan es krim.

"Bun, Lyla mau es krim!"

"Sebentar. Bunda belikan dulu."

Lyla mendapatkan es krimnya. Es krim rasa strawberry yang lembut. Ia teringat akan sesuatu.

"Bun, tadi pas Lyla minum air laut, kok rasanya asin ya?" Lyla bertanya dengan muka yang penuh heran, "airnya dikasih garam ya Bun?"

Bunda tersenyum. Lalu dengan sabar ia menjawab pertanyaan Lyla barusan. "Air laut asin bukan karena dikasih garam, Lyla. Allah menciptakan laut dengan airnya yang asin,"

"Lalu?" Lyla menyimak perkataan Bundanya dengan seksama. Ia memperhatikan penuh sehingga sampai-sampai ia lupa dengan es krimnya.

"Lyla tahu, garam terbuat dari apa?"

Lyla hanya menggeleng sambil terus memperhatikan Bundanya.

"Garam itu terbuat dari air laut. Air laut ini nanti akan dijemur sampai terjadi penguapan oleh matahari. Setelah menguap, nah jadi deh butiran garam yang halus. Garam yang biasa Bunda pakai ketika memasak."

"Ooo ..." Lyla hanya ber-O ria, "lalu kenapa es krim Lyla ini rasanya sangat manis, Bun?"

"Karena es krimnya dikasih gula. Jadinya manis."

Lyla langsung bergegas ke pinggir pantai, lalu menumpahkan es krimnya.

"Kenapa es krimnya dibuang? Lyla nggak suka?"

"Suka kok. Kan biar air lautnya jadi manis, Bun. Kalau asin rasanya nggak enak!"

Bunda Lyla pun hanya tersenyum. Menahan geli akibat melihat tingkah anaknya tersebut.

Mantan Terindah? Bay!

Masih terkenang peristiwa setahun lalu. Kala aku masih menjadi kekasihnya. Kala bahagia masih menyelimuti kami. Bahagia yang berubah menjadi sesak yang luar biasa. Huh, sialan!


***

One year ago

"Kinar, aku mau ngomong sama kamu." dia berkata padaku dengan suara berat khasnya. Sambil menyeret tanganku ke suatu tempat dengan tergesa-gesa.


"Ada apa sih, dit?" tanyaku heran. Namun ia tak bergeming, dan tetap menyeret tanganku dengan paksa, "sakit tangan aku, dit!"

Sampailah kami di atap sekolah. Dengan kasar, Radit melepaskan tanganku dari genggamannya. Terlihat bekas tangannya yang memerah di pergelanganku. Aku merintih lirih, tanganku terasa amat perih.

"Kamu kenapa sih, Dit? Dikira enggak sakit apa diseret-seret kayak tadi!" aku menggerutu. Seenak jidat narik-narik tangan orang!

"Lebih sakit mana sama hati ini, Nar?" dia menuntun tanganku dan meletakkannya diatas dadanya. Entah apa maksudnya.

"Hati aku sakit, Nar. Sakit" lanjutnya.

"Sakit kenapa?" tanyaku polos.

"SAKIT LIAT KAMU JALAN SAMA TOMMY KEMARIN!" Radit meluapkan segala emosinya. Urat lehernya menonjol keluar, wajahnya memerah.

"Kapan aku jalan sama Tommy sih? Aku gak pernah jalan sama dia, Dit."

"Halahh, mana ada maling ngaku. Kita putus. Sana pacaran sama Tommy aja! Lo pacar gue tapi jalan sama cowok lain."

DUARR!

Bagai disambar petir disiang bolong. Radit barusan bilang apa? Putus? Lo gila, Dit!

"Sumpah demi Tuhan, aku gak jalan sama Tommy. Kamu jangan emosian gini dong!"

"TERSERAH! MAKASIH BUAT SEMUANYA."

Radit bergegas pergi meninggalkanku yang masih setengah sadar. Semudah itu Radit meninggalkanku? Aku terduduk lemas sendirian. Membiarkan air mataku terjun bebas dari pelupuk mataku. Biarkan saja, biarkan!


At loker sekolah

Setelah puas menangis, kuputuskan untuk segera bergegas pulang. Aku mengambil seragam olahraga yang kusimpan di loker, tak sengaja ku dengar perbincangan di loker seberang. Itu Radit dan salah seorang temannya! Aku pun bersembunyi dan menguping pembicaraan mereka.

"Gimana, bro? Lo udah putusin si Kinar?" tanya teman Radit sambil mengambil handuk kecil di lokernya.

"Tadi pas jam istirahat. Gue putusin dia di atap sekolah. Sampai mewek-mewek dia haha ..." Radit tertawa dengan bebasnya. Wait ..., what happen iki?

"Bagus. Gue yakin lo sebentar lagi jadian sama Claudya, si cewek cheers itu. Congrats brayyy!"

Aku geram, langsung kuhampiri Radit dan kulayangkan sebuah tinju di pipinya. Dengan emosi sudah diubun-ubun. Segitu remehnya aku dimatanya?

"Jadi lo putusin gue demi si Claudya cabe-cabean itu? BRENGSEK LO BRENGSEK!!"

BUUUGGHHHHH!

Sebuah tinju mendarat dengan mulus dipipi kanan Radit.

"Lo kira gue cewek apaan hah?! Najis gue tadi nangisin cowok kayak lo!"

"BRENGSEK LO BRENGSEK!"

"Ternyata gitu ya lo dibelakang gue. Lo ngarang cerita gue jalan sama Tommy biar lo ada alesan putusin gue, iya kan?! JAWAB DIT!"

Radit yang sedari tadi diam akhirnya angkat bicara. Pipi mulusnya mulai membiru.

"Maafin gue, Nar. Gue udah gak cinta lagi sama lo. Gue udah gak sayang lagi sama lo."

"Oh gitu? Kenapa gak bilang dari awal? Kenapa harus bohongin gue? Brengsek lo dit!"

Aku langsung bergegas pergi dari tempat itu. Hatiku sudah muak melihat wajah Radit. Sudah kubulatkan tekadku untuk melupakannya. Dengan segenap perasaan marah dan kecewa, kulanjutkan hidupku tanpanya.

Setahun setelah kejadian itu, tak pernah sekalipun aku bertegur sapa dengannya. Sungguh, hatiku membencinya, sangat membencinya. Namun apa yang kurasakan? Setiap kali mencoba melupakannya, justru semakin terbayang sosok Radit. Matanya yang sayu, hidungnya yang mancung, bibir maskulinnya selalu ada dipikiranku. Bisakah kau pergi dari hidupku, Raditya?


***
Suatu sore, di kamarku

Drrtt ... Drrtt ...

Handphoneku bergetar. Ada satu pesan baru muncul dilayarnya. Kuusap layar handphoneku dan membaca pesan itu. Entahlah, pengirimnya sebuah nomor yang tak kukenal. Ku abaikan saja pesan itu.

Tak lama kemudian, handphoneku bergetar lagi. Masih dari nomor yang sama.

'Hai, Kinar'

"Ini siapa sih?," batinku. Dengan segenap rasa penasaran, kubalas pesan tadi. Jari jemariku lincah bergerak mengetik sebuah pesan balasan.

'Ini siapa?'

Drrtt

'Radit.'

DEGG! Jantungku serasa copot. Radit! Cowok yang setahun belakangan ini selalu kuhindari. Yang tiap malam hadir dimimpiku. Ada apa dia menghubungiku?

'Ada apa? Tumben sms'

Kucoba sekedar berbasa-basi.

'Malam ini ada acara gak?'

'Enggak kok. Kenapa emang?'

'Nanti datang ke cafe favorit kita dulu ya? Aku mau ngomong sesuatu'

Eitss, wait ... What happen nih??

'Iya nanti kalau gak mager'

'Please dateng ya? Aku tunggu jam 7'

Aku heran. Ada apa dia menyuruhku datang kesana? Dengan segenap hati kuputuskan untuk datang malam itu. Siap-siap mental Kinar!


At Cafe, 7 p.m


Aku berdandan ala kadarnya malam itu. Dress selutut dan sepatu wedges pink membalut tubuhku. Kucari sosok Radit di seluruh sudut ruangan. Ah, itu dia. Baju biru muda dan celana jeans yang dipadukan dengan sepatu vans favoritnya. Jantungku berdegup tak karuan.

"Hai, Kinar." Radit menyapaku hangat. Senyum simpul melekat dibibirnya.

"Hai juga. Ada apa nih? Lama gak ketemu ya hehe," sapaku balik sambil memamerkan senyum.

"Kamu sekarang pake behel ya? Tambah cantik."

"Makasih."

"Jadi gini, aku minta kamu dateng kesini, aku mau minta maaf soal kejadian setahun yang lalu. Aku salah."

"Oh itu. Aku udah lupa kok, tenang aja." aku berbohong, tak ingin membahasnya.

"Kamu mau gak jadi pacar aku? Untuk yang kedua kalinya ..."

"Maaf, gak bisa. Udah cukup aku dikhianati dulu. Aku pergi, permisi."

Aku langsung melengos pergi meninggalkan Radit dengan sejuta penyesalan dihatinya. Sukurin, lo! Gak bakalan gue jadi korban lo lagi. Hahaha ..., batinku senang. Mantan terindah? Bay!