Dear
kamu,
Aku menulis surat ini karena aku ingin
mengenang kita dahulu.
BP.
Itulah inisal namamu, kan? Aku tak ingin membeberkan nama aslimu disini. Ini publik.
Jadi, kalau kamu membacanya, jangan marah ya namamu kusamarkan. Namamu mudah
diingat. Ya, karena nama belakangmu sama persis dengan nama belakang adikku. Ah,
mungkin cuma kebetulan.
Masih
ingatkah kamu pertemuan kita yang pertama? Ya. Ketika MOS. Kamu datang ke
kelasku bersama gerombolan bebek-bebekmu
itu. Ketika itu kamu masih kelas VIII. Kamu
memperkenalkan diri di depan kelas; dengan suara serak-serak kuyupmu yang
dibuat se-sangar mungkin. Haha. Aku selalu tertawa mengingat mukamu yang sok
garang itu. Mentang-mentang senior, seenak jidat aja sama junior. Huh!
Setelah
acara MOS selesai, kamu selalu melirik ke kelasku ketika hendak ke kantin. Hanya
melirik. Tak pernah sekalipun kan, kamu mampir ke kelasku? Apalagi menemuiku,
hehe. Semester pertama di kelas VII pun aku lewati dengan hanya mengagumimu
dari jauh. Ya, kau cinta pertamaku.
Pada
bulan-bulan awal semester akhir, kebiasaanmu melirik ke kelasku masih terus
berlanjut. Aku sering mengamatimu dari jendela ketika kamu melirik ke kelasku. Terkadang,
tatapan kita saling beradu. Jika sudah seperti itu, aku hanya tersipu malu. Semburat
merah di pipi untungnya tersamarkan oleh jilbab sekolah. Rasanya ingin sekali
aku berteriak: Si BP naksir aku!
Namun
aku salah. Salah besar. Besar sekali. Selama ini, bukan aku yang menjadi objek
perhatianmu. Bukan aku yang kamu harapkan muncul di jendela kelas. Bukan aku
yang seharusnya ke-geer-an. Bukan aku! Ya, kamu suka pada temanku sendiri.
“Jika aku menjadi bulan, aku ingin
kamulah bintangnya.
Menemaniku setiap malam agar aku tak
sendirian.
Eloknya mawar tak seindah elok rupamu.
Maukah kamu jadi pacarku?”
Kira-kira
begitulah pantun ‘cinta’ yang kamu tulis untuk temanku. Yang kamu letakkan di
laci mejanya. Aku yang memang berniat usil membaca surat itu dengan lantang di
depan kelas. Namun aku kaget, melihat siapa pengirim surat itu. Itu kamu, BP! Uhh.
Pfft. Setelah itu, aku enyahkan semua pikiran tentang kamu di otakku. Lupakan,
Sekar.
3
bulan kemudian, kudengar kalian putus. Aku senang mendengarnya. Namun aku sudah
tak lagi berharap. Aku sudah melupakanmu jauh-jauh. Kamu sudah terformat dari otakku.
Ulangan
Kenaikan Kelas pun tiba. Dan sialnya, aku satu kelas denganmu. Kenapa guru
mencampur kelas VII dan VIII sih? umpatku saat itu. Tempat duduk kita
berjauhan. Namun aku masih sempat melirikmu. Rasa itu muncul lagi. Ya Tuhan,
serumit inikah percintaan anak SMP?
Sampai
akhirnya, pada hari terakhir UKK, aku menerima sebuah message di akun facebook
milikku. Itu darimu! Begitu girangnya aku waktu itu. Kita saling chat, meskipun hanya sekedar menanyakan ‘tadi soalnya gampang nggak? Soal kelas VIII
susah banget!’. Perhatian kecil seperti itulah yang membuatku melunak: Aku
mencintaimu untuk yang kedua kalinya.
Kita
jadian. Tepat tanggal 15 Juni, empat hari setelah ulang tahunku yang ke-13,
kamu menyatakannya di kantin sekolah. Dilanjut dengan kamu mengantarkanku
pulang ke rumah. Aku selalu ingat, bagaimana rasanya membonceng di vespa
antikmu itu. Aku bahagia, sangat bahagia. Namun libur panjang agak menjauhkanku
darimu. Uhh.
Satu
bulan pertama, kita merayakannya diam-diam. Tak ada seorangpun yang tahu jika
aku berpacaran denganmu. Katamu sih, kamu belum siap menerima olokkan dari
teman-temanmu itu.
Dua
bulan, tiga bulan, kamu masih perhatian. Masih sering memberi perhatian kecil
seperti, ‘udah makan belum?’, ‘kamu pasti
belum sholat subuh kan? Sholat sana’ ataupun ‘ada pe-er nggak? Aku bantuin ya’. Seantero sekolah kini tahu,
bahwa aku sekarang adalah pacarmu; pacar si Ketua OSIS baru. Jadilah panggilan
baru untukku: Bu OSIS.
Bulan
berikutnya, kamu mulai menjauh. Jarang menyapaku di sekolah, jarang tersenyum
ketika berpapasan, kamu berubah. Setiap kali aku bertanya, kamu marah. Kamu lebih
sering bergurau dengan teman-temanmu. Aku terabaikan. Hmm.
Bulan
kelima. Tepat tanggal 5 November, kamu mengajakku ke kantin. Kita bicara berdua
di pojok kantin. Kata-kata tak terduga pun keluar dari bibir tipismu itu; Kita Putus. Kamu bilang, kamu ingin fokus
ke Ujian Nasional yang beberapa bulan lagi kamu hadapi. Aku mencoba untuk
mengerti keadaan. Dan, kita berpisah. Kamu metraktirku untuk yang terakhir
kali. Siomay 2 mangkok plus es the. Aku rakus juga ternyata, ya?
Setiap
kali mengenangmu, aku selalu rindu. Rindu akan perlakuanmu padaku; mencubit
hidung, menabok jidatku yang ‘jenong’, sampai kamu yang sering
menarik jilbabku. Hehe.
Sudah
dulu ya, kapan-kapan kutulis lagi surat untukmu. Aku menyayangimu, Cinta
Pertamaku. Thanks for everything!
Adik
Kelasmu yang terunyu,
Sekar.