Selasa, 19 Januari 2016

Beda

"Kita temenan udah lama banget ya, Fy?"
Kebun belakang rumah Ian memang paling pas disaat-saat seperti sekarang. Angin berhembus pelan, daun mulai berguguran, dan cuaca tak terlalu terik. Disaat seperti ini, biasanya aku dan Ian suka berbaring di hamparan rumput yang luas. Wangi rumput yang khas, membuat rileks pikiran ini.
"Iya, Yan. Kita temenan hampir 12 tahun. Haha," jawabku diselingi tawa renyah.
"Berarti kita bener-bener temen sejati dong! Temen sejati, Fy!" ujar Ian. Lalu mengembangkan senyumnya.
JLEB.
Temen? Kamu cuma anggep aku temen? batinku dalam hati. Sakit, Yan.
"Fy? Lo bengong?" ujar Ian. Aku yang sedang terbengong pun kaget.
"Ha? Enggak kok. Hehehe." Aku berbohong. Aku tak ingin dia mengetahui perasaanku sebenarnya.
"Fy, genggam tangan gue! Cepetan!" Ian menyuruhku menggenggam tangannya. Entah untuk apa.
"Enggak mau ah. Tangan lo kapalan, ntar tangan gue jadi ikut kapalan deh. Hahaha," ujarku. Aku takut ia mengetahui yang sebenarnya jika aku menggenggam tangannya.
"Sial lo!" Ian menjitak kepalaku keras lalu tertawa. Dan kami menghabiskan sore itu dengan bergurau di hamparan rumput yang luas; tanpa Ian tahu bahwa aku diam-diam menyukainya.
Meski bibir ini tak berkata, bukan berarti ku tak merasa ada yang berbeda di antara kita. Ya, kita berbeda. Aku mencintaimu amat dalam sedangkan kamu hanya menganggapku teman. Perbedaan yang amat mencolok, namun tak membuatmu jauh dariku.