Minggu, 22 Maret 2015

Cinta Monyet-ku


Ini ceritaku 6 tahun lalu. Ketika masih duduk dikelas 3 SD. Bisa dibayangkan, betapa lugu dan polosnya anak-anak yang umurnya saja belum genap sepuluh tahun. Namun, realitanya, anak-anak umur segitu sudah mengenal cinta. Aih, mungkin bukan cinta sebenarnya. Cinta Monyet!

***

10 Juni 2008

Pagi itu, aku berangkat sekolah dengan mengenakan seragam merah-putih yang rapi. Tak lupa juga, kukenakan jilbab putihku dengan renda dan bunga-bunga dipinggirnya, makin mempercantik penampilanku. Sekolah masih sepi, hanya ada aku dan beberapa teman sekelasku yang sudah datang.

Setelah menaruh tas ku, aku duduk di depan kelas sambil menunggu teman-teman yang lain. Sambil memainkan ujung jilbabku, aku bernyanyi kecil. Ya, hobiku memang menyanyi.

Sesosok anak laki-laki lewat didepanku. Dia nampak menutupi wajahnya dengan buku dan berjalan agak menyamping, seolah menghindariku. Aku menikkan satu alis, bingung dengan kelakuan anak laki-laki itu. Anak laki-laki itupun akhirnya berlalu. Tak lama kemudian, bel masuk berbunyi dan semua anak masuk ke kelas. Termasuk juga aku.

"Hai, Luna!" sapaku riang pada Luna, teman sebangku ku yang baru saja berangkat. Luna pun duduk lalu menaruh tas nya.

"Hai juga, Kinar," jawab Luna sambil tersenyum, "pr bahasa indonesia udah dikerjain?"

"Udah kok. Nih" ujarku sambil memperlihatkan buku tugasku pada Luna. Soal-soal sudah kubabat habis semalam-walaupun masih dibantu kak Ika-, "kalau kamu?"

"Udah juga dong! Luna kan anak rajin." Luna berkata dengan bangganya. Giginya yang berderet nampak rapi ketika ia tersenyum bangga.

"Eh lun, tadi pagi, waktu aku duduk di depan kelas, masa si Radit lewat sambil nutupin mukanya pake buku. Aneh kan?" tanyaku pada Luna.

"Hmm ... Mungkin dia malu, Nar"

"Malu? Malu kenapa?" aku heran. Apa yang dimaksud Luna barusan?

"Maksud aku, dia malu ketemu kamu. Radit suka sama kamu, Nar!"

Aku pun langsung membekap mulut Luna. Dia berkata sangat keras sehingga seluruh kelas bisa mendengarnya. Lantas saja pipiku bersemu merah. Kulihat, telinga Radit juga memerah mendengar perkataan Luna barusan. Aih, dasar Luna!

"Ciee Kinar malu ciee." Luna menggodaku. Huh!

"Biarin wlek!" aku menjulurkan lidahku. Ketika Luna hendak membalas ejekanku, guru Bahasa indonesia kami datang. Guru menyebalkan, huh.

11 Juni 2008

Suasana kelas pagi itu masih mencekam. Seperti biasa, aku menaruh tas ku dan duduk di depan kelas menunggu teman-teman yang lain datang. Dari kejauhan, nampak Radit tengah berjalan tergesa-gesa kearahku. Dia membawa sesuatu. Ketika sampai di tempatku duduk sekarang, ia menyerahkan kertas kecil yang tadi dibawanya.

"Ini. Buat kamu." ujar Radit dengan nada yang terdengar sangat grogi.

"Buat aku? Wah, makasih ya!"

Radit hanya tersenyum grogi, lalu segera bergegas masuk ke dalam kelas.

Kubaca isi kertas kecil tadi;

"Selamat ulang tahun, Kinar. Aku sebenernya udah lama suka sama kamu. Aku selalu malu kalau deket-deket kamu. Makanya itu aku selalu tutupin muka aku pake buku setiap lewat depan kamu."

Aku tercengang! Ternyata benar perkataan Luna kemarin, Radit suka padaku. Luna tiba-tiba datang, lalu merebut kertas kecil pemberian Radit tadi. Luna membacakannya dengan keras di depan kelas. Langsung kurebut kembali kertas itu. Dan seketika suasana kelas menjadi pecah.

"Ciee Radit suka Kinar ciee ..."

"Radit sama Kinar pacaran dong?"

"Eh emang boleh anak kecil main cinta-cintaan?"

Beberapa desas-desus oleh teman-temanku terdengeran bersliweran di telinga. Ku abaikan saja. Lantas, aku mendekati Radit yang sedari tadi hanya menundukkan wajahnya.

"Mulai sekarang, gak usah malu lagi setiap ketemu sama aku, oke? Aku juga suska kamu kok, kita kan teman," ujarku sambil tersenyum. Radit lantas ikut tersenyum. Kini, ia sudah berani menatap wajahku.

Radit nampak hendak mengambil sesuatu dari dalam tas nya. Sebuah bunga! Bunga yang dibuat dari kertas.

"Ini buat kamu. Aku beli di penjual mainan depan sekolah."

Ia menyerahkan bunga kertas tadi padaku, aku pun menerimanya.

"Terimakasih, Radit. Kamu memang teman yang baik!!"

Tak lama kemudian, seorang guru datang memasuki kelas kami. Aku beranjak pergi dari tempat duduk Radit. Dan setelah itu, kami jadi teman dekat hingga sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar