Minggu, 22 Maret 2015

Mantan Terindah? Bay!

Masih terkenang peristiwa setahun lalu. Kala aku masih menjadi kekasihnya. Kala bahagia masih menyelimuti kami. Bahagia yang berubah menjadi sesak yang luar biasa. Huh, sialan!


***

One year ago

"Kinar, aku mau ngomong sama kamu." dia berkata padaku dengan suara berat khasnya. Sambil menyeret tanganku ke suatu tempat dengan tergesa-gesa.


"Ada apa sih, dit?" tanyaku heran. Namun ia tak bergeming, dan tetap menyeret tanganku dengan paksa, "sakit tangan aku, dit!"

Sampailah kami di atap sekolah. Dengan kasar, Radit melepaskan tanganku dari genggamannya. Terlihat bekas tangannya yang memerah di pergelanganku. Aku merintih lirih, tanganku terasa amat perih.

"Kamu kenapa sih, Dit? Dikira enggak sakit apa diseret-seret kayak tadi!" aku menggerutu. Seenak jidat narik-narik tangan orang!

"Lebih sakit mana sama hati ini, Nar?" dia menuntun tanganku dan meletakkannya diatas dadanya. Entah apa maksudnya.

"Hati aku sakit, Nar. Sakit" lanjutnya.

"Sakit kenapa?" tanyaku polos.

"SAKIT LIAT KAMU JALAN SAMA TOMMY KEMARIN!" Radit meluapkan segala emosinya. Urat lehernya menonjol keluar, wajahnya memerah.

"Kapan aku jalan sama Tommy sih? Aku gak pernah jalan sama dia, Dit."

"Halahh, mana ada maling ngaku. Kita putus. Sana pacaran sama Tommy aja! Lo pacar gue tapi jalan sama cowok lain."

DUARR!

Bagai disambar petir disiang bolong. Radit barusan bilang apa? Putus? Lo gila, Dit!

"Sumpah demi Tuhan, aku gak jalan sama Tommy. Kamu jangan emosian gini dong!"

"TERSERAH! MAKASIH BUAT SEMUANYA."

Radit bergegas pergi meninggalkanku yang masih setengah sadar. Semudah itu Radit meninggalkanku? Aku terduduk lemas sendirian. Membiarkan air mataku terjun bebas dari pelupuk mataku. Biarkan saja, biarkan!


At loker sekolah

Setelah puas menangis, kuputuskan untuk segera bergegas pulang. Aku mengambil seragam olahraga yang kusimpan di loker, tak sengaja ku dengar perbincangan di loker seberang. Itu Radit dan salah seorang temannya! Aku pun bersembunyi dan menguping pembicaraan mereka.

"Gimana, bro? Lo udah putusin si Kinar?" tanya teman Radit sambil mengambil handuk kecil di lokernya.

"Tadi pas jam istirahat. Gue putusin dia di atap sekolah. Sampai mewek-mewek dia haha ..." Radit tertawa dengan bebasnya. Wait ..., what happen iki?

"Bagus. Gue yakin lo sebentar lagi jadian sama Claudya, si cewek cheers itu. Congrats brayyy!"

Aku geram, langsung kuhampiri Radit dan kulayangkan sebuah tinju di pipinya. Dengan emosi sudah diubun-ubun. Segitu remehnya aku dimatanya?

"Jadi lo putusin gue demi si Claudya cabe-cabean itu? BRENGSEK LO BRENGSEK!!"

BUUUGGHHHHH!

Sebuah tinju mendarat dengan mulus dipipi kanan Radit.

"Lo kira gue cewek apaan hah?! Najis gue tadi nangisin cowok kayak lo!"

"BRENGSEK LO BRENGSEK!"

"Ternyata gitu ya lo dibelakang gue. Lo ngarang cerita gue jalan sama Tommy biar lo ada alesan putusin gue, iya kan?! JAWAB DIT!"

Radit yang sedari tadi diam akhirnya angkat bicara. Pipi mulusnya mulai membiru.

"Maafin gue, Nar. Gue udah gak cinta lagi sama lo. Gue udah gak sayang lagi sama lo."

"Oh gitu? Kenapa gak bilang dari awal? Kenapa harus bohongin gue? Brengsek lo dit!"

Aku langsung bergegas pergi dari tempat itu. Hatiku sudah muak melihat wajah Radit. Sudah kubulatkan tekadku untuk melupakannya. Dengan segenap perasaan marah dan kecewa, kulanjutkan hidupku tanpanya.

Setahun setelah kejadian itu, tak pernah sekalipun aku bertegur sapa dengannya. Sungguh, hatiku membencinya, sangat membencinya. Namun apa yang kurasakan? Setiap kali mencoba melupakannya, justru semakin terbayang sosok Radit. Matanya yang sayu, hidungnya yang mancung, bibir maskulinnya selalu ada dipikiranku. Bisakah kau pergi dari hidupku, Raditya?


***
Suatu sore, di kamarku

Drrtt ... Drrtt ...

Handphoneku bergetar. Ada satu pesan baru muncul dilayarnya. Kuusap layar handphoneku dan membaca pesan itu. Entahlah, pengirimnya sebuah nomor yang tak kukenal. Ku abaikan saja pesan itu.

Tak lama kemudian, handphoneku bergetar lagi. Masih dari nomor yang sama.

'Hai, Kinar'

"Ini siapa sih?," batinku. Dengan segenap rasa penasaran, kubalas pesan tadi. Jari jemariku lincah bergerak mengetik sebuah pesan balasan.

'Ini siapa?'

Drrtt

'Radit.'

DEGG! Jantungku serasa copot. Radit! Cowok yang setahun belakangan ini selalu kuhindari. Yang tiap malam hadir dimimpiku. Ada apa dia menghubungiku?

'Ada apa? Tumben sms'

Kucoba sekedar berbasa-basi.

'Malam ini ada acara gak?'

'Enggak kok. Kenapa emang?'

'Nanti datang ke cafe favorit kita dulu ya? Aku mau ngomong sesuatu'

Eitss, wait ... What happen nih??

'Iya nanti kalau gak mager'

'Please dateng ya? Aku tunggu jam 7'

Aku heran. Ada apa dia menyuruhku datang kesana? Dengan segenap hati kuputuskan untuk datang malam itu. Siap-siap mental Kinar!


At Cafe, 7 p.m


Aku berdandan ala kadarnya malam itu. Dress selutut dan sepatu wedges pink membalut tubuhku. Kucari sosok Radit di seluruh sudut ruangan. Ah, itu dia. Baju biru muda dan celana jeans yang dipadukan dengan sepatu vans favoritnya. Jantungku berdegup tak karuan.

"Hai, Kinar." Radit menyapaku hangat. Senyum simpul melekat dibibirnya.

"Hai juga. Ada apa nih? Lama gak ketemu ya hehe," sapaku balik sambil memamerkan senyum.

"Kamu sekarang pake behel ya? Tambah cantik."

"Makasih."

"Jadi gini, aku minta kamu dateng kesini, aku mau minta maaf soal kejadian setahun yang lalu. Aku salah."

"Oh itu. Aku udah lupa kok, tenang aja." aku berbohong, tak ingin membahasnya.

"Kamu mau gak jadi pacar aku? Untuk yang kedua kalinya ..."

"Maaf, gak bisa. Udah cukup aku dikhianati dulu. Aku pergi, permisi."

Aku langsung melengos pergi meninggalkan Radit dengan sejuta penyesalan dihatinya. Sukurin, lo! Gak bakalan gue jadi korban lo lagi. Hahaha ..., batinku senang. Mantan terindah? Bay!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar