Selasa, 23 Juni 2015

Surat Untuk Cinta Pertama

Dear kamu,

Aku menulis surat ini karena aku ingin mengenang kita dahulu.

BP. Itulah inisal namamu, kan? Aku tak ingin membeberkan nama aslimu disini. Ini publik. Jadi, kalau kamu membacanya, jangan marah ya namamu kusamarkan. Namamu mudah diingat. Ya, karena nama belakangmu sama persis dengan nama belakang adikku. Ah, mungkin cuma kebetulan.

Masih ingatkah kamu pertemuan kita yang pertama? Ya. Ketika MOS. Kamu datang ke kelasku bersama gerombolan bebek-bebekmu itu. Ketika itu kamu masih kelas VIII.  Kamu memperkenalkan diri di depan kelas; dengan suara serak-serak kuyupmu yang dibuat se-sangar mungkin. Haha. Aku selalu tertawa mengingat mukamu yang sok garang itu. Mentang-mentang senior, seenak jidat aja sama junior. Huh!

Setelah acara MOS selesai, kamu selalu melirik ke kelasku ketika hendak ke kantin. Hanya melirik. Tak pernah sekalipun kan, kamu mampir ke kelasku? Apalagi menemuiku, hehe. Semester pertama di kelas VII pun aku lewati dengan hanya mengagumimu dari jauh. Ya, kau cinta pertamaku.

Pada bulan-bulan awal semester akhir, kebiasaanmu melirik ke kelasku masih terus berlanjut. Aku sering mengamatimu dari jendela ketika kamu melirik ke kelasku. Terkadang, tatapan kita saling beradu. Jika sudah seperti itu, aku hanya tersipu malu. Semburat merah di pipi untungnya tersamarkan oleh jilbab sekolah. Rasanya ingin sekali aku berteriak: Si BP naksir aku!
Namun aku salah. Salah besar. Besar sekali. Selama ini, bukan aku yang menjadi objek perhatianmu. Bukan aku yang kamu harapkan muncul di jendela kelas. Bukan aku yang seharusnya ke-geer-an. Bukan aku! Ya, kamu suka pada temanku sendiri.

“Jika aku menjadi bulan, aku ingin kamulah bintangnya.
Menemaniku setiap malam agar aku tak sendirian.
Eloknya mawar tak seindah elok rupamu.
Maukah kamu jadi pacarku?”

Kira-kira begitulah pantun ‘cinta’ yang kamu tulis untuk temanku. Yang kamu letakkan di laci mejanya. Aku yang memang berniat usil membaca surat itu dengan lantang di depan kelas. Namun aku kaget, melihat siapa pengirim surat itu. Itu kamu, BP! Uhh. Pfft. Setelah itu, aku enyahkan semua pikiran tentang kamu di otakku. Lupakan, Sekar.

3 bulan kemudian, kudengar kalian putus. Aku senang mendengarnya. Namun aku sudah tak lagi berharap. Aku sudah melupakanmu jauh-jauh. Kamu sudah terformat dari otakku.

Ulangan Kenaikan Kelas pun tiba. Dan sialnya, aku satu kelas denganmu. Kenapa guru mencampur kelas VII dan VIII sih? umpatku saat itu. Tempat duduk kita berjauhan. Namun aku masih sempat melirikmu. Rasa itu muncul lagi. Ya Tuhan, serumit inikah percintaan anak SMP?

Sampai akhirnya, pada hari terakhir UKK, aku menerima sebuah message di akun facebook milikku. Itu darimu! Begitu girangnya aku waktu itu. Kita saling chat, meskipun hanya sekedar menanyakan ‘tadi soalnya gampang nggak? Soal kelas VIII susah banget!’. Perhatian kecil seperti itulah yang membuatku melunak: Aku mencintaimu untuk yang kedua kalinya.

Kita jadian. Tepat tanggal 15 Juni, empat hari setelah ulang tahunku yang ke-13, kamu menyatakannya di kantin sekolah. Dilanjut dengan kamu mengantarkanku pulang ke rumah. Aku selalu ingat, bagaimana rasanya membonceng di vespa antikmu itu. Aku bahagia, sangat bahagia. Namun libur panjang agak menjauhkanku darimu. Uhh.

Satu bulan pertama, kita merayakannya diam-diam. Tak ada seorangpun yang tahu jika aku berpacaran denganmu. Katamu sih, kamu belum siap menerima olokkan dari teman-temanmu itu.

Dua bulan, tiga bulan, kamu masih perhatian. Masih sering memberi perhatian kecil seperti, ‘udah makan belum?’, ‘kamu pasti belum sholat subuh kan? Sholat sana’ ataupun ‘ada pe-er nggak? Aku bantuin ya’. Seantero sekolah kini tahu, bahwa aku sekarang adalah pacarmu; pacar si Ketua OSIS baru. Jadilah panggilan baru untukku: Bu OSIS.

Bulan berikutnya, kamu mulai menjauh. Jarang menyapaku di sekolah, jarang tersenyum ketika berpapasan, kamu berubah. Setiap kali aku bertanya, kamu marah. Kamu lebih sering bergurau dengan teman-temanmu. Aku terabaikan. Hmm.

Bulan kelima. Tepat tanggal 5 November, kamu mengajakku ke kantin. Kita bicara berdua di pojok kantin. Kata-kata tak terduga pun keluar dari bibir tipismu itu; Kita Putus. Kamu bilang, kamu ingin fokus ke Ujian Nasional yang beberapa bulan lagi kamu hadapi. Aku mencoba untuk mengerti keadaan. Dan, kita berpisah. Kamu metraktirku untuk yang terakhir kali. Siomay 2 mangkok plus es the. Aku rakus juga ternyata, ya?

Setiap kali mengenangmu, aku selalu rindu. Rindu akan perlakuanmu padaku; mencubit hidung, menabok jidatku yang ‘jenong’, sampai kamu yang sering menarik jilbabku. Hehe.

Sudah dulu ya, kapan-kapan kutulis lagi surat untukmu. Aku menyayangimu, Cinta Pertamaku. Thanks for everything!

Adik Kelasmu yang terunyu,
Sekar.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar